Pentingnya Keterampilan Guru Menyusun Instrumen Penilaian
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di akhir semester, biasanya para guru diminta untuk memberikan
penilaian hasil belajar siswa selama satu semester. Penilaian ini akan masuk ke
laporan hasil belajar siswa atau rapor yang akan dibagikan oleh wali kelas
kepada orangtua siswa.
Karena itu seorang guru dituntut untuk
menguasai kemampuan memberikan penilaian kepada para peserta didiknya.
Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting dalam evaluasi pembelajaran. Dari
penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui kemampuan yang telah dikuasai
oleh para peserta didiknya.
Didalam blog Akhmad Sudrajat, dituliskan bahwa banyak orang
sering mencampuradukan pengertian antara evaluasi, pengukuran, tes, dan
penilaian, padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah
kegiatan mengidentifikasi untuk melihat apakah sutu program yang telah
direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula
untuk melihat tingkat efesiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan
keputusan nilai (value judgement). Strufflebeum (Abin Syamsudin Makmunn, 1996)
mengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of delineating,
obtaining, and providing useful, information for judging decision alternative.
Dari pandangan Strufflebeum, kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi
yaitu memberi informasi bagi kepentingan
pengambilan keputusan.
Pengukuran (measurement) adalah aproses pemberian angka atau
usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang peserta
didik telah mencapai karakteristik tertentu.
Tes adalah cara penilaian yang dirancang oleh guru dan
dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam
kondisi yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas.
Sedangkan
penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian
untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
/
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta
didik. Hasil penilaian dapat berupa penilaian kualitatif ( pernyataan naratif
dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa
penilaian itu dapat mencakup pengukuran dan pemberian tes untuk memperoleh
informasi tentang sejauhmana pengetahuan peserta didik terhadap pembelajaran,
yang kemudian dievaluasi untuk mencari informasi apakah program tersebut sudah
sesuai tujuan pembelajaran atau tidak. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat
keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan
yang diperlukan serta keberadaan kurikulum itu sendiri. Jadi keterampilan guru
merancang penilaian sangat penting dalam proses pembelajaran untuk menemukan
the best moment peserta didik dalam menemukan potensi unik yang dimilikinya
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
keterampilan guru dalam membuat instrumen penilaian dapat berpengaruh pada
perkembangan siswa?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
keterampilan guru dalam membuat instrumen penilaian dapat berpengaruh pada
perkembangan siswa
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Filosofi Penilaian
Penilaian
dapat menjadi salah satu aspek yang paling sulit dalam mengajar. Salah satu
kesulitan dalam membuat instrumen penilaian adalah kebingungan antara apa
pengaruh penilaian dengan tujuan
sesungguhnya. Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa penilaian adalah tes-tes
yang dikerjakan oleh peserta didik dan bertumpu pada hasil akhir yaitu angka perolehan
nilai, sedangkan bagi peserta didik
penilaian sering dianggap sebagai sarana bersaing dengan teman-teman sekelas
untuk menunjukan seberapa hebat dirinya dapat memperoleh skor yang tinggil.
Semakin tinggi nilai angka yang diperoleh peserta didik semakin bangga peserta
didik tersebut, padahal hal tersebut tidak akan ada artinya jika tanpa tahu tujuan penilaian sesungguhnya.
Pada
dasarnya penilaian itu adalah lebih dari sekedar menuliskan angka nilai.
Penilaian harus memberikan guru informasi terperinci yang dapat dibagi dengan
orangtua peserta didik. Lebih jauh lagi, penilaian yang dilakukan sepanjang
tahun ajaran berlangsung akan mengukur kemajuan yang telah dicapai peserta
didik, menunjukan kelebihan dan kelemahan peserta didik, dan memungkinkan guru
dapat memeriksa sejauh mana siswa memahami pelajaran yang diberikan.
B. Jenis-jenis penilaian
1. Penilaian
formatif digunakan untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap bahan-bahan
pelajaran selama dan setelah pelajaran disampaikan. Penilaian formatif adalah
bagian vital dari proses pengajaran karena menyediakan sarana bagi guru untuk memperbaiki metode-metode
pengajaran sesuai dengan yang dibutuhkan. Apabila jelas terlihat siswa tidak
mampu menangkap apa yang diajarkan, guru
dapat memahami pelajaran dengan lebih baik.
2. Penilaian
Sumatif dilakukan pada poin-poin tertentu selama proses pembelajaran: pada awal
unit pelajaran, pada akhir unit pelajaran, pada akhir unit pelajaran, sebagai
penanda ( tanda kemampuan masing-masing siswa) selama tahun ajaran berlangsung.
Evaluasi menunjukan kemajuan dan perkembangan siswa menuju sasaran yang telah
ditetapkan oleh pemerintah / dinas pendidikan. Penilaian ini termasuk tes-tes
standar nasional, tes akhir unit pelajaran, tes akhir bab, dan tes akhir
semester. Umumnya ujian berbentuk soal pilihan berganda, isian, memasangkan,
atau esai standar.
3. Penilaian
kinerja otentik memungkinkan siswa menunjukan ilmu dan keterampilan yang telah
dipelajarinya dengan cara bermakna. Seringkali siswa diminta menerapkan ilmunya
dalam situasi yang nyata atau situasi sehari-hari.
C. Pentingnya keterampilan menyusun
penilaian bagi guru
Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan penilaian
kepada peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting dalam
evaluasi pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui
kemampuan yang telah dikuasai oleh para peserta didiknya. Selain itu seorang
guru harus mengetahui kompetensi dasar (KD) apa saja yang telah dikuasai oleh
peserta didik dan segera mengambil tindakan perbaikan ketika nilai peserta
didiknya lemah atau kurang sesuai dengan harapan. Dari penilaian yang dilakukan
oleh guru itulah, guru melakukan perenungan diri dari apa yang telah dilakukan.
Setiap siswa adalah juara, dan guru harus mampu mengantarkan peserta didiknya
menjadi seorang juara di bidangnya.
Menurut Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd bahwa, ada 4 kesadaran yang penting bagi seorang
guru atau pendidik dalam memberikan penilaian. Keempat kesadaran itu adalah:
1)
Sense of goal (tujuan)
2)
Sense of regulation (keteraturan)
3)
Sense of achievement (berprestasi)
4)
Sense of harmony (keselarasan)
Berangkat dari keempat kesadaran itulah seharusnya seorang guru melakukan
penilaian. Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah mengukur kemampuan
atau kompetensi siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Setelah guru
melakukan penilaian akan terlihat nanti kemampuan setiap siswa setelah guru
melaksanakan test atau ujian dan kemudian melakukan penilaian.
Ketika guru telah memahami benar tujuan pembuatan soal yang sesuai dengan
indikator dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus
dikuasai oleh siswa, maka guru yang bersangkutan akan dengan mudah membuat
soal-soal test yang akan diujikan. Dari situlah guru melakukan bobot penilaian
yang telah ditentukan lebih dahulu dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Bila semua itu telah direncanakan dengan baik, maka tujuan pembelajaran
akan tercapai dan hal ini terlihat dari prestasi siswa yang menggembirakan.
Untuk mengetahui apakah peserta didik telah mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan tentunya harus didukung oleh instrumen penilaian
yang sesuai dengan karakteristik tujuan (termasuk standar kompetensi maupun
kompetensi dasar) berkala dan berkesinambungan. Di samping itu bukan hanya menilai
secara parsial, melainkan secara menyeluruh yang meliputi proses dan hasil
belajar yang mencakup wawasan pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial yang
dicapai siswa. Oleh karenanya penilaian merupakan bagian keseluruhan dari
proses pembelajaran sehingga hasil penilaian dapat menggambarkan kemampuan atau
prestasi belajar peserta didik secara menyeluruh dan sesungguhnya.
Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka
seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran
secara jelas dan tegas. Ada tiga domain tujuan pembelajaran menurut Benjamin
S.Bloom dan Krathwohl dan Masia yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Mengingat untuk mengetahui ketercapaian tujuan tersebut adalah melalui
evaluasi,maka berarti evaluasi pun dilakukan untuk mengukur ketercapaian ketiga
domain tersebut. Dalam implementasinya, evaluasi tersebut memerlukan yang
namanya instrumen. Dengan kata lain jika seorang guru/dosen akan melakukan
evaluasi, maka terlebih dahulu guru/dosen tersebut harus menyusun instrumen
evaluasi.
Namun dalam kenyataannya guru jarang menggunakan instrumen
evaluasi yang mengukur domain afektif, yang paling sering digunakan guru adalah
instrumen evaluasi domain kognitif dan sedikit sekali yang mengukur domain psikomotor.
Penilaian hasil belajar merupakan proses pengambilan keputusan tentang kemajuan
belajar siswa yang dilakukan oleh guru berdasarkan informasi yang diperoleh
melalui pengukuran proses dan hasil belajar siswa. Ketepatan dalam penilaian
sangat tergantung kepada aspek yang hendak diukur. Apabila aspek yang hendak
dikembangkan melalui matapelajaran adalah menekankan pada domain afektif, maka
sudah seharusnyalah bahwa penilaian domain afektif dilakukan.
Dengan demikian penilaian hasil belajar tidak hanya mengukur hasil belajar yang
berupa aspek pengetahuan saja, melainkan juga mengukur proses pembelajaran yang
dilakukannya agar siswa menjadi seorang yang mempunyai nilai-nilai serta etika
yang baik, baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Penilaian hasil
belajar tidak sekedar memberikan informasi kepada semua pihak; guru, siswa,
orang tua, dan pengelola sekolah, tetapi pada dasarnya lebih menekankan pada
kualitas informasi yang dihasilkan.
Pelaksanaan penilaian tidak
hanya dilakukan secara formal berupa tes hasil penguasaan pengetahuan saja
sebagai suatu produk, lebih dari itu cara penilaian lain dilakukan secara
bersamaan berdasarkan tujuan dan situasi kondisinya (Martorella, 1985 : 230;
Jarolimek, 1993 : 454-455; Farris, 1994 : 146; Fraenkel, 1985 : 57; Schuncke,
1988 : 115). Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan
belajar seseorang”. Jika seseorang tidak memiliki minat pada pelajaran
tertentu, maka orang tersebut akan sulit untuk mencapai keberhasilan belajar
secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan
akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik
harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi
yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk
membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa
sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran,
satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif, kognitif dan psikomotorik.
D.
Penilaian
yang dapat melejitkan bakat siswa
Dalam menyusun instrumen penilaian, mengumpulkan data tentang
pemahaman siswa adalah suatu langkah penting yang dilakukan guru dalam
menggerakkan siswa menuju pemahaman yang penuh konsep dan standar penting.
"Instruksi dan penilaian formatif yang terpisahkan. Paul Black dan Dylan
Wiliam (1998, p. 143) mengemukakan bahwa Penilaian merujuk untuk semua kegiatan yang dilakukan oleh guru
dan siswa dalam menilai diri mereka yang
menyediakan informasi untuk digunakan sebagai umpan balik dalam memodifikasi
kegiatan belajar mengajar. Dan kenyataanya Penilaian formatif terbukti
ampuh digunakan untuk menyesuaikan
pengajaran yang dapat memenuhi kebutuhan siswa "(hal. 140). Para peneliti
menemukan bahwa memperkuat penilaian formatif dapat meningkatkan prestasi siswa
secara keseluruhan dan akan sangat bermanfaat bagi siswa (Black & Wiliam,
1998).
Rick Stiggins, seorang pakar tentang penilaian kelas
mengemukakan bahwa keterampilan guru dalam melakukan penilaian juga harus
diimbangi dengan cara-cara kreatif dan inovatif. Dia menunjukan bahwa guru
harus mengganti penilaian yang hanya menekankan pada pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan yang lebih seimbang, jadi guru tidak hanya menggunakan
penilaian belajar tetapi juga penilaian untuk belajar yang artinya guru harus
menggunakan penilaian tidak hanya untuk mengukur kemajuan peserta didik saja
tetapi juga untuk memperoleh data-data yang berguna untuk menginformasikan
praktek intruksional mereka sendiri( Stiggins, 2004)
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
guru dalam menyusun instrumen penilaian kelas yang efektif di dalam kelas :
Semua penilaian yang
dibuat di kelas atau dikelola oleh pemerintah akan berkaitan erat dengan kurikulum berdasarkan standar isi
pendidikan negara. Sebagai langkah pertama, guru harus menentukan standar
penilaian yang sesuai kurikulum yang dinilai pada skala besar tes. Selanjutnya W. James Popham (2006) menunjukkan, harus ada
analisis yang cermat dari subskills dan pengetahuan dalam standar-standar yang
seharusnya dikuasai siswa. Artinya seorang guru harus cermat dan teliti dalam
mengolah materi dan penilaian yang sesuai dengan standar pencapaian yang telah
ditentukan pemerintah. Langkah ini
penting dalam penilaian formatif yang
akan memberikan informasi dan relevan. Setelah analisis ini selesai,
guru dapat bekerja sama untuk mengembangkan materi pelajaran yang relevan
secara lokal dan tugas penilaian formatif yang menarik pada modalitas belajar
yang berbeda.
2. Libatkan Pelajar dalam Proses Penilaian
Melibatkan peserta didik merupakan inti dari pembelajaran yang menyenangkan. selain itu penilaian ini dapat menarik minat
siswa untuk terlibat dalam pembelajaran, karena mereka merasa dibutuhkan dan
menjadi bagian penting dari proses pembelajaran. Peserta
didik dapat terlibat dalam penilaian dengan beberapa cara seperti memberikan
kesempatan mereka dengan membagikan
rubrik atau dengan standar
penilaian yang jelas pada pekerjaan yang akan dievaluasi. Siswa juga dapat menampilkan pekerjaan yang baik dan pekerjaan
yang perlu perbaikan dan dapat diberikan arahan dalam menganalisis perbedaan
antara mereka. Stiggins membayangkan
"lingkungan di mana siswa menggunakan penilaian untuk memahami apa itu
kesuksesan dan bagaimana seorang siswa dapat berusaha lebih baik lagi untuk
waktu berikutnya" (2004, hal. 25).
Penulis Marilyn Burns (2005) mengungkapkan pentingnya
pertanyaan sebagai penilaian formatif yang melibatkan siswa. Dengan menggali
pendapat siswa tentang baik buruk, tinggi rendah dan sebagainya baik secara
lisan maupun tertulis akan membuat penalaran siswa berkembang. Strategi ini
dapat membimbing siswa dalam memperbaiki dan memberikan pengalaman nyata untuk
mempertajam wawasan. Hal ini juga membantu siswa
merefleksikan proses berpikir mereka sendiri, praktek yang disebut metakognisi.
3. Menyediakan Tingkat Tinggi Feedback Instruksional
Walaupun umpan balik guru dapat diamati di hampir setiap
kelas, penggunaannya tidak selalu berfungsi sebagai alat penilaian kelas yang
efektif. "Ada contoh jelas di mana guru
memiliki kesadaran untuk merespons dengan cara yang akan menghambat
pembelajaran siswa. Contohnya adalah
seorang guru yang mencegah akses perkembangan cara berpikir siswa dengan tidak merespon
secara jelas pertanyaan tak terduga yang diajukan siswa. Jadi guru hanya mencoba mengarahkan siswa ke arah jawaban yang diharapkan "(Black
& Wiliam, 1998, hal. 143).
Sebaliknya, umpan balik instruksional berkualitas tinggi yang tepat waktu, berguna, dan tepatdapat diberikan sesegera mungkin setelah penilaian terjadi dan dapat mempengaruhi langkah selanjutnya dalam proses pembelajaran. Umpan balik yang berguna menurut Thomas Guskey (2005), adalah "umpan balik yang baik diagnostik dan preskriptifnya. Ini memperkuat persepsi bahwa siswa diharapkan untuk belajar, mengidentifikasi apa yang telah dipelajari dengan baik, dan menjelaskan apa yang perlu dipelajari lebih baik "(hal. 6). Apakah lisan atau tertulis, umpan balik instruksional harus menunjukkan peningkatan dan membuat siswa semakin ingin memperdalam ilmu yang telah mereka pelajari
Sebaliknya, umpan balik instruksional berkualitas tinggi yang tepat waktu, berguna, dan tepatdapat diberikan sesegera mungkin setelah penilaian terjadi dan dapat mempengaruhi langkah selanjutnya dalam proses pembelajaran. Umpan balik yang berguna menurut Thomas Guskey (2005), adalah "umpan balik yang baik diagnostik dan preskriptifnya. Ini memperkuat persepsi bahwa siswa diharapkan untuk belajar, mengidentifikasi apa yang telah dipelajari dengan baik, dan menjelaskan apa yang perlu dipelajari lebih baik "(hal. 6). Apakah lisan atau tertulis, umpan balik instruksional harus menunjukkan peningkatan dan membuat siswa semakin ingin memperdalam ilmu yang telah mereka pelajari
4. Kompilasi dan Analisis Hasil Penilaian
Data yang
dihasilkan dari penilaian formatif dapat memberikan informasi tentang sejauh
mana instruksi guru dapat berhasil dan
diterima oleh siswa yang kemudian ditentukan tahap tindakan selanjutnya. Guru
dapat mengkompilasi tanggapan siswa untuk mengetahui seberapa antusias siswa
dalam mengikuti pembelajaran dan bagaimana cara mempertahankan semangat belajar
siswa dikelas..
5. Membedakan Instruksi korektif
Aspek yang
paling menantang dalam menggunakan penilaian formatif adalah mengetahui apa
yang harus dilakukan dengan hasil penilaian . Hasil penilaian yang menunjukkan
siswa tidak belajar konsep penting atau keterampilan akan digunakan untuk
instruksi korektif dan kesempatan tambahan bagi siswa untuk menunjukkan hasil
belajarnya.
"Agar optimal dan efektif, koreksi secara kualitatif harus berbeda dari ajaran awal," kata Thomas Guskey (2005, hal.6). "Hanya sedikit perbedaan hasil pengajaran dengan dalam variasi yang besar dalam belajar siswa" (hal. 2). Jika instruksi langsung digunakan untuk pelajaran awal, pelajaran korektif yang memuat penggunaan Manipulatif atau kegiatan kinestetik mungkin tepat. Siswa dapat dikelompokkan sehingga mereka yang telah paham dalam pembelajaran diberikan kegiatan untuk mengerjakan pngayaan sedangkan mereka yang masih membutuhkan waktu unutk memahami disediakn tindak lanjut. Tujuannya adalah semua siswa mampu belajar optimal dengan menggunakan berbagai strategi pengajaran.
"Agar optimal dan efektif, koreksi secara kualitatif harus berbeda dari ajaran awal," kata Thomas Guskey (2005, hal.6). "Hanya sedikit perbedaan hasil pengajaran dengan dalam variasi yang besar dalam belajar siswa" (hal. 2). Jika instruksi langsung digunakan untuk pelajaran awal, pelajaran korektif yang memuat penggunaan Manipulatif atau kegiatan kinestetik mungkin tepat. Siswa dapat dikelompokkan sehingga mereka yang telah paham dalam pembelajaran diberikan kegiatan untuk mengerjakan pngayaan sedangkan mereka yang masih membutuhkan waktu unutk memahami disediakn tindak lanjut. Tujuannya adalah semua siswa mampu belajar optimal dengan menggunakan berbagai strategi pengajaran.
E.
Manfaat penilaian
a.
Manfaat
penilaian bagi guru
- Dengan melaksanakan penilaian, guru akan memperoleh data tentang kemajuan belajar siswa.
- Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkannya sudah sesuai atau tidak dengan kemampuan siswa, sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan materi pelajaran selanjutnya.
- Dengan melaksanakan penilaian guru akan dapat mengetahi apakah metode mengajar yang digunakannya sudah sesuai atau tidak.
4.
Hasil
penilaian dapat dimanfaatkan guru untuk merlaporkan kemajuan belajar siswa
kepada orang tua/wali siswa
b.
Manfaat
penilaian bagi siswa
- Hasil penilaian dapat menjadi pendorong siswa agar belajar lebih giat.
- Hasil penilaian dapat dimanfaatkan siswa untuk mengetahui kemajuan belajarnya.
3.
Hasil
penilaian merupakan data tentang apakah cara belajar yang dilaksanakannya sudah
tepat atau belum.
c.
Manfaat
Penilaian bagi Lembaga/Sekolah
- Hasil penilaian dapat dimanfaatkan sekolah untuk mengetahui apakah kondisi belajar mengajar yang dilaksanakan sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum.
- Hasil penilaian merupakah data yang dapat dimanfaatkan sekolah untuk merencanakan pengembangan sekolah pada masa yang akan datang.
- Hasil penilaian merupakan bahan untuk menetapkan kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah.
BAB III
PENUTUP
A
. Kesimpulan
Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan penilaian
kepada peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting dalam
evaluasi pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui
kemampuan yang telah dikuasai oleh para peserta didiknya. Selain itu seorang
guru harus mengetahui kompetensi dasar (KD) apa saja yang telah dikuasai oleh
peserta didik dan segera mengambil tindakan perbaikan ketika nilai peserta
didiknya lemah atau kurang sesuai dengan harapan. Dari penilaian yang dilakukan
oleh guru itulah, guru melakukan perenungan diri dari apa yang telah dilakukan.
Setiap siswa adalah juara, dan guru harus mampu mengantarkan peserta didiknya
menjadi seorang juara di bidangnya.
ada 4 kesadaran yang penting bagi seorang guru atau pendidik dalam
memberikan penilaian. Keempat kesadaran itu adalah:
1)
Sense of goal (tujuan)
2)
Sense of regulation (keteraturan)
3)
Sense of achievement (berprestasi)
4)
Sense of harmony (keselarasan)
Berangkat dari keempat kesadaran itulah seharusnya seorang guru melakukan
penilaian. Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah mengukur kemampuan
atau kompetensi siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Setelah guru
melakukan penilaian akan terlihat nanti kemampuan setiap siswa setelah guru
melaksanakan test atau ujian dan kemudian melakukan penilaian.
B . Saran
1.
Dalam melakukan penilaian seorang guru
hendaknya lebih kreatif dalam menyusun instrumen penilaian yang dapat memuat 3
ranah yaitu kognitif, afektif fan psikomotorik yang sesuai dengan perkembangan
jaman dan kemajuan tekhnologi
2.
Penilaian berbasis multiple intelegency
patut dipertimbangkan
Daftar Pustaka
1.
Kusumah, Wijaya.2012. Menjadi Guru yang Tangguh.Jakarta :
Indeks
2.
Emma, Dyan M. Guru dan Kelas Cemerlang.Jakarta:Indeks
3. Camelia, Umi. Kemampuan Guru Dalam Membuat
Instrumen Penilaian Domain Afektif Pada Mata Pelajaran Pkn Di Smp Negeri
Se-Kabupaten Ogan Ilir.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Skripsi
tidak diterbitkan: Palembang: Universitas Sriwijaya
4.
Chotimah,Umi. Laporan Instrumen Penilaian Domain Afektif.:Universitas Sriwijaya
05:48
|
Label:
Pendidikan
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Powered by Blogger.
2 komentar:
Terimakasih atas ilmunya....
terimakasih ,, makalahnya sangat bermanfaat ..
Post a Comment