Mencari Guru Masa Depan
DICARI GURU MASA DEPAN : GURU INSPIRATIF
MENYIKAPI PROFESI KEGURUAN MASA KINI DAN MASA DEPAN
DARI HISTORIS,
KONTRUKSI MENUJU DEKONSTRUKSI
(Pokok-pokok pikiran Seminar Nasional Pendidikan-BEM
FKIP UMM)
Arif Budi Wurianto
Ir
Soekarno, proklamator pendiri Republik Indonesia pernah menulis dalam buku Di
Bawah Bendera Revolusi, bahwa siapa pun
diri kita adalah guru, petani guru bagi para penikmat hasil panenannya, para
guru penerang bagi para muridnya, suami guru bagi isterinya, ibu guru bagi
anak-anaknya, siapa pun warga bangsa adalah guru bagi bangsa dan negaranya.
Guru amat mulia, sehingga setiap orang berkeinginan mendapatkan ruh keguruan.
Setiap orang harus mengajar dan ia berhak mendapatkan kemartabatannya karena
peran guru yang disandangnya. Ruh guru adalah wahyu Cakraningrat yang mampu
membangun Republik. Guru pada masa kebangunan adalah
guru dengan penuh spirit revolusi. Guru yang penuh kesederhanaan dengan
spirit nasionalisme, membangun jiwa anak bangsa dan membangun badan anak bangsa
sebagaimana lirik lagu Indonesia Raya:”
Bangunlah Jiwanya, bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya”. Dapat dikatakan
pada masa awal kemerdekaan Guru adalah Spirit Kebangsaan dengan
kemartabatannya.
Jauh
sebelumnya, hamper semua pendiri bangsa dan tokoh pergerakan adalah guru. Semua
tokoh kebangkitan nasional mengajar dan Indonesia benar-benar mengajar. HOS
Cokroaminoto, Ir Soekarno, Dr.Soetomo, Dr.Ciptomangun kusumo, Ki Hadjar
Dewantoro, K.H. Ahmad Dahlan, Kartini, Dewi Sartika, Mohammad Syafei, K.H.
Hasyim As’ari, Soekarno, Muhammad Hatta, dan sudah tentu para guru bantu yang
berada di desa-desa, membangunkan anak bangsa agar terjaga dan bangkit menjadi
bangsa yang merdeka. Meskipun pemerintah colonial menutup sekolah dengan alasan
sekolah liar, dan pendidikan berada dalam kondisi rasis diskriminatif, para
guru tetap semangat dengan cita rasa nasionalisme yang sangat tinggi. Siapa pun
bisa menjadi guru. Guru (leraar; onderwijzer) terstratifikasi dengan status
sosial yang tinggi sebagaimana dokter dan hakim -jaksa ( rechter) pada masa
itu.
Masa
pembangunan yang dicitrakan pemerintah Orde Baru membawa bentuk baru dalam
memartabatkan citra guru.Pendidikan Guru terstrukturkan dalam konstruksi
pembangunan ekonomi, pemerataan pembangunan dan terstruktur dalam politik
dengan memasukkan guru dalam ranah-ranah organisasi sosial politik. Dinamika kebijakan profesi keguruan mewarnai peta
politik dengan berbagai perubahan kurikulum, tugas dan tanggung jawab guru,
penyeragaman, dan kurang diperhatikannya kesejahteraan guru yang menyebabkan
guru termarginalisasikan secara keprofesian. Sentralistik dan kebijakan seragam
dalam semua aspek pendidikan merupakan cirri khas yang sebenarnya merupakan
upaya politik dalam ketertiban sosial sebagaimana dikenal dalam teori struktur
fungsional. Pendidikan guru terfokus pada institusi keguruan IKIP. Pengadaan
guru, status guru negeri dan swasta, penghasilan guru tergradasikan dan “slogan
Oemar Bakri” menjadi satire bahkan sarkasme tentang profesi pendidik ini. Pahlawan
Tanpa Tanda Jasa yang merupakan bagian lirik lagu Hymne Guru adalah icon yang
diciptakan sebagai strukturasi sosial profesi pendidik. Guru terkonstruk dalam
alat produksi dalam pencapaian tujuan. Di satu sisi pengadaan sekolah lewat
Inspres, pengangkatan guru, di sisi lain belum meratanya guru di
wilayah-wilayah tertentu berikut pembangunan sarana dan prasarana sekolah. Hal
ini menjadi ciri khas kondisi profesi pendidik pada Orde Baru. Berbagai
kebijakan pendidikan yang sudah tentu melibatkan guru mewarnai sistem
pendidikan pada masa Orde Baru, mulai dari indoktrinasi Pancasila yang
direduksi kedalam P4 36 butir, PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa),
Link and Match, pergantian nama SMA menjadi SMU, pemberlakuan kurikulum 1968,
1975, 1984 dan berikutnya, serta syarat dan pendidikan guru, mulai penghapusan
SPG, D2 Guru SD dan pembentukan LPTK IKIP/penguniversitasan IKIP. Perlahan
terdapat reduksi fungsi-fungsi guru sejalan dengan praktik komersialisasi
pendidikan sebagaimana penerapan konsep tujuan produksi yaitu ”Profit
Maximilizing” yang dapat dimaknai
secara finansial. Profit Maximilizing
mengadung pengertian Cost
Reducing dan Revenue Increasing
yang menjadikan pendidikan menjadi mahal, eksklusif, dan memerosotkan fungsi
dedaktik metodik. Guru disibukkan dengan tugas dan bahkan ada yang mencari
tambahan penghasilan dan mereduksi peran guru ke dalam gambaran profesi yang
marginalized.
Seiring dengan perjalanan waktu, diupayakan perubahan dan perbaikan mutu.
Di luar persoalan anggaran, ada usaha pemerintah reformasi meningkatkan mutu
pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan guru. Banyak konstruksi atas profesi
guru didekonstruksi yang menjadikan perubahan yang sangat besar. Bernula dari
kebijakan peningkatan profesionalisme dan mutu guru melalui sertifikasi guru
sampai pada kebijakan otonomi daerah yang memungkinkan daerah memberdayakan
guru dan mengembalikan kemartabatannya sebagai pendidik. Transfomasi sosial,
transformasi pendidikan, dan transformasi keguruan menjadikan guru sebagai
profesi dengan jabatan profesional. Isu world
competitiveness, ASEAN competitiveness menjadikan pendidikan dan profesi
guru mengalami perubahan dan berubah.
Upaya mengatasi persaingan global dan peningkatan mutu, sejumlah kebijakan
peningkatan mutu tenaga pendidik diberlakukan. Terkait dengan hal tersebut
adalah diperlukannya guru yang berkarakter kuat. Pada masa sekarang masih
diperlukan guru profesional dan guru yang berkarakter agar mampu menjalankan
tugasnya meningkatkan mutu SDM. Berdasarkan data, tahun 2010, baru 600 guru
yang tersertifikasi dari seluruh guru yang berjumlah 2,6 juta orang.
Undang-undang Guru dan Dosen serta undang-undang Sisdiknas, merupakan payung
hukum peningkatan kesejahteraan profesi
pendidik. Kondisi ini merupakan sebuah Dekonstruksi guru dari alat produksi
menjadi Subjek yang Terberdayakan. Upaya
profesionalisme guru yang positif ini menyisakan pertanyaan, seperti (1) apakah
guru masih memiliki keteladanan bagi siswa? (2) apakah guru mampu menjadi model
bagi siswanya? (3) apakah guru merupakan subjek yang menjadi sumber inspirasi?
(4) apakah guru masih memiliki idealisme, memiliki gairah mengajar Indonesia
dan profesional ? (5) apakah guru masih menjadi idola siswa? (6) apakah guru
masih mampu menyiapkan siswa menghadapi masa depan dengan karakter yang
tangguh? Dan sudah tentu masih banyak pertanyaan untuk menguji profesi
pendidik, untuk menjadi guru apa tidak.
Singkat kata, guru masa depan adalah guru yang mampu menjadi inspirasi bagi semua siswa dengan karakter yang kuat. Guru berkarakter.
Guru di masa depan harus memiliki 3(tiga) kemartabatan utama, yaitu (1) amanah,
(2) cerdas, dan (3) kreatif. Guru tidak boleh berhenti belajar, karena untuk
menjadi unggul guru harus life long learning. Dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya, guru hendaknya menjadi teladan, menginspirasikan pembiasaan baik dan
karakter kuat, memiliki pengetahuan dan bidang ilmu yang unggul, serta selalu
memiliki motivasi sekaligus memotivasi untuk kemajuan dan peradaban.
Mendidik
pada masa sekarang tidak sesederhana mendidik pada masa lampu. Kehidupan masa
sekarang sangat kompleks sehingga memerlukan sosok guru yang penuh inspiratif.
Guru masa depan sebagai sumber pemberdayaan dan kekuatan. Kekuatan belajar,
kekuatan motivasi, kekuatan empati dan komitmen yang tangguh. Hal yang dipersiapkan oleh para calon guru pada
masa sekarang adalah upaya mendapatkan sukses, selalu mempunyai ide yang
membuat tetap bersemangat, memiliki keinginan untuk mewujudkan ide dan
berkeyakinan kuat bahwa ide yang baik itu akan terwujud. Inilah guru yang
tangguh (ABW.9/6/2012).
07:52
|
Label:
Pendidikan
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Powered by Blogger.
0 komentar:
Post a Comment